Manajemen Pakan Pada Ternak Ruminansia
Dipostingan kali ini, saya akan sedikit menshare informasi yang pernah saya dapatkan mengenai manajemen pakan yang harus diperhatikan jika kita ingin memelihara ternak ruminansia. Sebelum
memasuki manajemen pakan, akan lebih baik apabila kita mengerti tentang jenis-jenis bahan pakan untuk ruminansia terlebih utamanya adalah sapi. Bahan
pakan ternak sapi pada pokoknya bisa digolongkan menjadi tiga, yakni : pakan hijauan, pakan penguat, dan pakan
tambahan (Sudarmono et al, 2008).
Gambar 1. Rumput gajah dan king grass Rumput gajah dan king grass merupakan salah satu jenis hijauan yang banyak digunakan sebagai pakan |
Pakan Hijauan (bahan pakan kasar)
Pakan hijauan ialah semua bahan
pakan yang berasal dari tanaman ataupun tumbuhan berupa daun-daunan, terkadang
termasuk batang, ranting, dan bunga. Pakan hijauan merupakan pakan utama bagi
ternak ruminansia karena pakan hijauan berperan sebagai sumber serat kasar.
Yang termasuk kelompok pakan hijauan
ialah :
1) Rumput (gramineae)
Jenis-jenis rumput yang baik untuk ternak sapi antara lain:
rumput gajah (Pennisetum purpureum),
rumput setaria (Setaria Sphacelata), rumput meksiko, Brachiaria decumbens, Paspalum
dilatatum, King grass, Kalanjana dan lain-lain.
2) Kacang-kacangan (leguminosa), daun-daunan (Rambanan)
Yang termasuk jenis legume antara lain: lamtoro (Leucaena glauca), gamal (Gliricidia), Turi (sesbania grandifora),
Centro (Centrosoma pubescens), Kalopo (Calopogonium muconoides), dan lain-lain. Daun – daunan yang dapat
digunakan antara lain daun pace, daun randu, daun kacang, daun tebu daun papaya
dan masih banyak yang lain, kecuali daun bambu dan daun ketela.
3) Limbah pertanian.
Yang termasuk limbah pertanian
adalah jerami padi, jerami kacang tanah, jerami kacang panjang, jerami jagung,
pelepah kelapa sawit, dan lain-lain. Karena bahan-bahan ini mengandung lebih sedikit nutrisi, akan lebih baik jika sebelumnya bahan-bahan ini dilakukan pemrosesan terlebih dahulu. Perlakuan yang dapat dilakukan dan tergolong mudah adalah dengan melakukan fermentasi pada jenis makanan ini.
Pakan hijauan dapat berfungsi sebagai sumber energi, protein, mineral,
dan vitamin bagi ternak ruminansia. Bahan pakan berserat sangat penting artinya
bagi ternak ruminansia untuk menjaga stabilitas kondisi rumen. Hal ini juga berkaitan dengan kemampuan tonus rumen serta motilitas sistem digesti dari ternak ruminansia. Kekurangan pemberian hijauan dan kelebihan pemberian konsentrat akan meningkatkan resiko terjadinya bloat/kembung pada ternak. Pemberian
hijauan saja pada ternak ruminansia biasanya hanya cukup untuk memenuhi
kebutuhan hidup pokok.
B.
Pakan Penguat (pakan konsentrat)
Pakan penguat adalah pakan yang
berkonsentrasi tinggi dengan kadar serat kasar yang rendah dan mudah dicerna.
Tujuan pemberian konsentrat adalah sebagai sumber protein (kandungan protein
lebih dari 20%) dan sebagai sumber energi.
Fungsinya adalah meningkatkan dan
memperkaya nilai gizi pada bahan pakan hijauan. Bahan pakan penguat ini
meliputi konsentrat sumber energi (bekatul,
dedak, pollard, gaplek, tapioka, onggok, empok, molases, jagung, sorghum, dll.)
dan konsentrat sumber protein (bungkil
kedele, bungkil kelapa, bungkil biji kapuk, bungkil kacang, tepung ikan, dll.) (Sudarmono et al, 2008).
C.
Pakan tambahan (pakan additive)
Pakan tambahan bagi ternak sapi
biasanya berupa : vitamin, mineral, dan urea (Nutrient additive);
antibiotika, hormon, enzim, dan probiotik (Non Nutrient additive). Pakan tambahan ini seringkali
digunakan pada sapi yang dipelihara secara intensif, yang hidupnya berada di
dalam kandang terus menerus.
Program Pemberian Pakan (Phase Feeding)
Phase Feeding adalah suatu program pemberian
pakan yang dibagi ke dalam periode-periode berdasarkan pada produksi susu,
persentase lemak susu, konsumsi pakan, dan bobot badan. Lihat ilustrasi bentuk
dan hubungan kurva produksi susu, % lemak susu, konsumsi BK, dan bobot badan.
Didasarkan pada kurva-kurva tersebut, didapatkan 4 fase pemberian pakan sapi
laktasi:
Fase 1, laktasi
awal (early lactation), 0 – 70 hari setelah beranak.
Selama periode ini, produksi susu
meningkat dengan cepat, puncak produksi susu dicapai pada 4-6 minggu setelah
beranak. Pada saat ini konsumsi pakan tidak dapat memenuhi kebutuhan zat-zat
makanan (khususnya kebutuhan energi) untuk produksi susu, sehingga
jaringan-jaringan tubuh dimobilisasi untuk memenuhi kebutuhan. Selama fase ini,
penyesuaian sapi terhadap ransum laktasi merupakan cara manajemen yang penting.
Setelah beranak, konsentrat perlu ditingkatkan 1-1,5 lb per hari untuk memenuhi
kebutuhan zat-zat makanan yang meningkat dan meminimisasi problem tidak mau
makan dan asidosis. Namun perlu diingat, proporsi konsentrat yang berlebihan
(lebih dari 60% BK ransum) dapat menyebabkan asidosis dan kadar lemak yang
rendah. Tingkat serat kasar ransum tidak kurang dari 18% ADF, 28% NDF, dan hijauan
harus menyediakan minimal 21% NDF dari total ransum. Bentuk fisik serat kasar
juga penting, secara normal ruminasi dan pencernaan akan dipertahankan bila
lebih dari 50% hijauan panjangnya 1” atau lebih (Sujono, 2010).
Kandungan protein merupakan hal yang
kritis selama laktasi awal. Upaya untuk memenuhi atau melebihi kebutuhan PK
selama periode ini membantu konsumsi pakan, dan penggunaan yang efisien dari
jaringan tubuh yang dimobilisasi untuk produksi susu. Ransum dengan protein 19%
atau lebih diharapkan dapat memenuhi kebutuhan selama fase ini. Tipe protein
(protein yang dapat didegradasi atau tidak didegradasi) dan jumlah protein yang
diberikan dipengaruhi oleh kandungan zat makanan ransum, metode pemberian
pakan, dan produksi susu. Sebagai patokan, yang diikuti oleh banyak peternak
(di luar negeri) memberikan 1 lb bungkil kedele atau protein suplemen yang
ekivalen per 10 lb susu, di atas 50 lb susu (Sujono, 2010).
Bila zat makanan yang dibutuhkan
saat laktasi awal ini tidak terpenuhi, produksi puncak akan rendah dan dapat
menyebabkan ketosis. Produksi puncak rendah, dapat diduga produksi selama
laktasi akan rendah. Bila konsumsi konsentrat terlalu cepat atau terlalu tinggi
dapat menyebabkan tidak mau makan, acidosis, dan displaced abomasum.
Untuk meningkatkan konsumsi zat-zat makanan:
·
beri
hijauan kualitas tinggi,
·
protein
ransum cukup,
·
tingkatkan
konsumsi konsentrat pada kecepatan yang konstan setelah beranak,
·
tambahkan
1,0-1,5 lb lemak/ekor/hari dalam ransum,
·
pemberian
pakan yang konstan, dan
·
minimalkan stress.
(Sujono, 2010)
Fase 2, konsumsi
BK puncak, 10 minggu kedua setelah beranak
Selama fase ini, sapi diberi makan
untuk mempertahankan produksi susu puncak selama mungkin. Konsumsi pakan
mendekati maksimal sehingga dapat me-nyediakan zat-zat makanan yang dibutuhkan.
Sapi dapat mempertahankan bobot badan atau sedikit meningkat. Konsumsi
konsentrat dapat banyak, tetapi jangan melebihi 2,3% bobot badan (dasar BK).
Kualitas hijauan tinggi perlu disediakan, minimal konsumsi 1,5% dari bobot badan
(berbasis BK) untuk mempertahankan fungsi rumen dan kadar lemak susu yang
normal. Untuk meningkatkan konsumsi pakan:
·
beri
hijauan dan konsentrat tiga kali atau lebih sehari,
·
beri
bahan pakan kualitas tinggi,
·
batasi
urea 0,2 lb/sapi/hari,
·
minimalkan stress,
·
gunakan
TMR (total mix ration).
(Sujono, 2010)
Fase 3,
pertengahan – laktasi akhir, 140 – 305 hari setelah beranak
Fase ini merupakan fase yang
termudah untuk me-manage. Selama periode ini produksi susu menurun, sapi
dalam keadaan bunting, dan konsumsi zat makanan dengan mudah dapat dipenuhi
atau melebihi kebutuhan. Level pemberian konsentrat harus mencukupi untuk
memenuhi kebutuhan produksi, dan mulai mengganti berat badan yang hilang selama
laktasi awal. Sapi laktasi membutuhkan pakan yang lebih sedikit untuk mengganti
1 pound jaringan tubuh daripada sapi kering. Oleh karena itu, lebih
efisien mempunyai sapi yang meningkat bobot badannya dekat laktasi akhir
daripada selama kering (Sujono, 2010).
Fase 4, periode
kering, 45 – 60 hari sebelum beranak
Fase kering penting. Program
pemberian pakan sapi kering yang baik dapat meminimalkan problem metabolik pada
atau segera setelah beranak dan meningkatkan produksi susu selama laktasi
berikutnya. Sapi kering harus diberi makan terpisah dari sapi laktasi. Ransum
harus diformulasikan untuk memenuhi kebutuhannya yang spesifik:maintenance,
pertumbuhan foetus, pertambahan bobot badan yang tidak terganti pada fase 3.
Konsumsi BK ransum harian sebaiknya mendekati 2% BB; konsumsi hijauan minimal
1% BB; konsumsi konsentrat bergantung kebutuhan, tetapi tidak lebih 1% BB.
Setengah dari 1% BB (konsentrat) per hari biasanya cukup untuk program
pemberian pakan sapi kering (Sujono, 2010).
Sapi kering jangan terlalu gemuk.
Memberikan hijauan kualitas rendah, seperti grass hay, lebih
disukai untuk membatasi konsumsi. Level protein 12% cukup untuk periode
kering (Sujono, 2010).
Sedikit konsentrat perlu diberikan
dalam ransum sapi kering dimulai 2 minggu sebelum beranak, bertujuan:
· mengubah
bakteri rumen dari populasi pencerna hijauan seluruhnya menjadi populasi
campuran pencerna hijauan dan konsentrat;
· meminimalkan stress terhadap
perubahan ransum setelah beranak.
Kebutuhan Ca dan P sapi kering harus
dipenuhi, tetapi perlu dihindari pemberian yang berlebihan; kadang-kadang
ransum yang mengandung lebih dari 0,6% Ca dan 0,4% P meningkatkan
kejadian milk fever. Trace mineral, termasuk Se, harus
disediakan dalam ransum sapi kering. Juga, jumlah vitamin A, D. dan E yang
cukup dalam ransum untuk mengurangi kejadian milk fever,
mengurangi retained plasenta, dan meningkatkan daya tahan pedet
(Sujono, 2010).
Zat gizi yang dibutuhkan oleh ternak ruminansia dapat
dikelompokkan menjadi dua yaitu: (a) kebutuhan untuk mikroba di dalam rumen dan
(b) kebutuhan untuk ternak itu sendiri. Kebutuhan zat gizi untuk mikroba rumen
dapat berupa asam amino essensial, asam amino rantai cabang, ammonia, mineral
sulfur dan asam α keto. Zat gizi
tersebut diperlukan mikroba rumen untuk proses sintesis protein tubuhnya
disamping memerlukan ATP sebagai sumber enersi tinggi untuk terjadinya reaksi
kimiawi (Kerley, 2000).
Kebutuhan nitrogen untuk mikroba rumen seringkali dinyatakan
dalam istilah rumen degradable nitrogen (RDN) requirement atau bisa juga
disebut Rumen Degradable Protein (RDP) Requirement, yaitu kebutuhan nitrogen
yang dapat difermentasikan di dalam rumen sehingga kebutuhan bakalan utama
sintesis protein mikroba, yaitu berupa ammonia dapat dipenuhi. Saat ini di
literatur dinyatakan bahwa rataan kebutuhan RDN untuk ternak ruminansia dewasa adalah
sebesar 30 g N/kg bahan organik terfermentasi. Selain itu konsentrasi ammonia
di dalam rumen juga dapat digunakan sebagai indikator akan
kecukupan sumber nitrogen untuk mikroba rumen khususnya bakteria (Kerley,
2000).
Mineral sulfur juga merupakan kebutuhan esensial bagi
bakteria rumen karena sel bakteri kaya akan kandungan asam amino yang megandung
sulfur. Kisaran kebutuhan mineral sulfur dikaitkan dengan kandungan nitrogen
ransum. Sehingga kebutuhannya dinyatakan sebagai nisbah antara kebutuhan N : S.
Berdasarkan pengalaman, kisaran nisbah N : S adalah 10 : 1 hingga 12 : 1
(Kerley, 2000).
Kebutuhan
Air
Ketika kita membicarakan kebutuhan zat gizi, kebutuhan air
sering terabaikan. Padahal air merupakan komponen terbesar tubuh ternak yang senantiasa
menjaga keseimbangan suhu tubuh. Air juga ikut berperan dalam proses
pencernakan (hidrolisis protein, karbohidrat maupun lemak), proses penyerapan
zat gizi, proses transport metabolit di dalam tubuh serta proses eksresi sisa
metabolit ke luar tubuh.
Kebutuhan air sangat tergantung pada bentuk pakan, kandungan
bahan kering pakan, cara makan serta suhu lingkungan. Pada ternak sapi setiap
kg bahan kering yang dikonsumsi memerlukan air minum 3 – 5 L. Pada ternak yang
masih menyusu kebutuhan air lebih besar lagi, yaitu dapat berkisar antara 6 – 7
L air/kg konsumsi bahan kering. Sapi perah membutuhkan lebih banyak air untuk
menjamin produksi susunya. Pemberian air minum secara berlebih (ad libitum)
pada sapi perah laktasi dapat meningkatkan produksi susu antara 1 – 2 L/hari
tanpa penambahan pakan suplemen (Kerley, 2000).
Adanya garam dapur (NaCl) atau protein dalam konsentrasi
tinggi di dalam pakan akan memicu
ekskresi urine, sehingga akan menyebabkan peningkatan konsumsi air (Kerley,
2000).
Kebutuhan Protein
Penentuan
kebutuhan protein ternak juga mengalami perkembangan, yaitu jika semula hanya
ditentukan berdasarkan protein kasar, kemudian berkembang ke protein tercerna,
sekarang ini telah berkembang ke arah kebutuhan UDN (undegradable dietary
nitrogen) atau UDP (undegradable dietary protein). UDP merupakan bagian dari protein pakan yang tidakterdegradasi di dalam
rumen dan sampai di usus halus untuk diserap. Besarnya nilai UDP sangat
tergantung jenis sumber protein, komponen pakan lainnya dalam ransum, level
pemberian serta stadia fisiologis ternak (Kerley, 2000)
Kebutuhan
Energi
Kebutuhan enersi ternak seringkali dinyatakan
dalam satuan kalori atau joule, dimana per definisi 1 cal = 4.182 joule. Pada
ternak ruminansia dikenal istilah Total Digestible Nutrient (TDN), yaitu suatu
asumsi bahwa selisih antara zat gizi yang dikonsumsi dengan zat gizi yang
terdapat di dalam faeces merupakan nilai zat gizi yang tercerna dan dapat
diubah menjadi enersi (Kerley, 2000).
Kebutuhan Lemak
Pakan ternak ruminansia umumnya mengandung lemak relatif
rendah, yaitu kurang dari 5 % meskipun telah diberi pakan konsentrat. Jika
diberi hanya hijauan kadar lemaknya dapat lebih rendah lagi. Namun demikian
karena konsumsinya relatif banyak maka sesungguhnya konsumsi lemak pakan juga
relatif besar. Selain itu dengan adanya pasok mikroba rumen yang mengandung
fosfolipid, maka serapan lemak dari usus halus sangat besar jika dibandingkan
dengan ternak monogastrik (Kerley, 2000).
Peranan lemak dalam pakan cukup besar terutama bagi sapi
perah karena lemak pakan memberikan kontribusi bagi kadar lemak susu. Salah
satu karakteristik ternak ruminansia ialah terjadinya proses dehidrogenasi
lemak pakan di dalam rumen sehingga lemak tak jenuh diubah menjadi lemak jenuh
karena pergantian ikatan rangkap dengan dua atom hidrogen. Sebagai contoh asam
oleat (C18:1) akan diubah menjadi asam stearat (C18:0). Oleh karena itu
sebagian besar lemak yang terserap dari usus halus juga berupa lemak jenuh
(Kerley, 2000).
Sebagai pedoman sapi perah tidak boleh diberi suplemen lemak
hingga 1.5 kg/hari disamping konsumsi lemak yang terkandung di dalam pakan.
Kadar lemak total ransum yang masih dapat dianjurkan ialah sekitar 6 hingga 8 %
sebelum muncul dampak negatipnya. Produksi susu umumnya akan dimaksimalkan jika
kadar lemak mencapai 5 % dari total kadar bahan kering pakan. Penambahan lemak
umumnya akan menurunkan kandungan protein susu hingga 0.1 %. Selain itu
pemberian lemak secara berlebihan akan menurunkan konsumsi pakan, produksi susu
serta komposisi lemak susu (Kerley, 2000).
Kebutuhan Serat Kasar
Fungsi utama serat kasar ada tiga yaitu, sebagai pengisi
lambung, menjaga fungsi peristaltik usus dan merangsang salivasi. Hasil
fermentasi komponen serat kasar adalah berupa VFA rantai pendek yaitu asam
asetat yang berfungsi sebagai bakalan lemak susu. Oleh arena itu imbangan
antara hijauan dan konsentrat dalam pakan akan berpengaruh juga terhadap kadar
lemak susu. Pemberian sumber serat kasar dalam bentuk panjang akan merangsang
sekresi saliva sehingga berfungsi sebagai penyanggah (buffering action)
keasaman rumen. Hal ini akan menjegah terjadinya acidosis serta merangsang
aktivitas bakteri selulolitik yang sangat sensitif terhadap keasaman (pH) di
bawah 5 (Kerley, 2000).
Kebutuhan Vitamin
Vitamin ialah senyawa organik yang dibutuhkan tubuh dalam
jumlah sedikit. Berbeda dengan mineral, vitamin terdapat dalam tubuh bukan
sebagai struktur dari senyawa lain serta sebagian besar vitamin mempunyai
fungsi sebagai Ko-enzim (Kerley, 2000).
Kebutuhan
Mineral
Kebutuhan mineral untuk ternak ruminansia dapat dibagi
kedalam dua kelompok yaitu mineral makro (Ca, Na, Cl, K, P, S, Mg) dan mineral
mikro (Cu, I, Fe, Zn, Co, Se, Mn). Fungsi utama mineral makro Na, Cl, dan K adalah sebagai
agent elektro-kimia yang berperan dalam proses menjaga keseimbangan asam-basa
dan mengontrol tekanan osmotik air sehingga didistribusikan ke seluruh tubuh.
Sedangkan mineral lain mungkin memiliki fungsi struktural, misalnya Ca dan P
adalah komponen esensial pada tulang dan gigi. Selain itu peran mineral S dalam
proses sintesis protein mikroba di dalam rumen sangatlah penting (Kerley, 2000).
Beberapa mineral mikro mempunyai fungsi khas, misalnya
mineral Fe merupakan komponen penting dari haem yang merupakan komponen penting
dari haemochromogens, yaitu senyawa penting dalam proses respirasi. Sedangkan
mineral Co diperlukan sebagai bagian metal senyawa vitamin B12. Mineral yodium
( I ) merupakan komponen penting hormon tyroxine (Kerley, 2000).
Apabila kita ingin membuat sendiri campuran “Premix”,
maka ada 14 mineral makro dan mikro penting yang dibutuhkan oleh ternak ruminansia.
Kebutuhan garam setiap ekor/hari adalah sekitar 200 g /hari tergantung dengan
ukuran tubuh ternak. Pengalaman penulis untuk seekor sapi potong dengan bobot
hidup sekitar 250 kg hanya memerlukan 125 g premix/ekor/hari tanpa ada gangguan
akibat defisiensi mineral (Kerley,
2000).
Sodium bentonite dan sodium bicarbonate dapat digunakan
untuk mencegah terjadinya acidosis terutama jika pakan yang dikonsumsi
mengandung konsentrat dengan ukuran partikel halus serta tinggi enersinya (Kerley, 2000).
Demikian postingan saya pada kali ini, semoga dapat menambah wawasan dan informasi bagi pembaca sekalian. Ikuti terus artikel2 kami lainnya
Demikian postingan saya pada kali ini, semoga dapat menambah wawasan dan informasi bagi pembaca sekalian. Ikuti terus artikel2 kami lainnya
Komentar
Posting Komentar